Rabu, 12 Desember 2012

MUTU PELAYANAN KEBIDANAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Globalisasi mempertinggi arus kompetisi disegala bidang termasuk bidang kesehatan dimana perawat dan bidan terlibat didalamnya. Untuk dapat mempertahankan eksistensinya, maka setiap organisasi dan semua elemen-elemen dalam organisasi harus berupaya meningkatkan mutu pelayanannya secara terus menerus.. Kecenderungan masa kini dan masa depan menunjukkan bahwa masyarakat semakin menyadari pentingnya peningkatan dan mempertahankan kualitas hidup (quality of life).
Oleh karena itu pelayanan kesehatan yang bermutu semakin dicari untk memperoleh jaminan kepastian terhadap mutu pelayanan kesehatan yang diterimanya. Semakin tinggi tingkat pemahaman masyarakat terhadap pentingnya kesehatan untuk mempertahankan kualitas hidup, maka customer akan semakin kritis dalam menerima produk jasa, termasuk jasa pelayanan kebidanan, oleh karena itu peningkatan mutu kinerja setiap bidan perlu dilakukan terus menerus.
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu banyak upaya yang dapat dilaksanakan.Upaya tersebut jika dilaksanakan secara terarah dan terencana ,dalam ilmu administrasi kesehatan dikenal dengan nama program menjaga mutu pelayanan kesehatan (Quality Assurance Program ).
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang mempunyai tugas utama memberikan pelayanan kebidanan dan kesehatan reproduksi kepada individu perempuan, keluarga dan masyarakat. Dalam memberikan pelayanan tersebut, baik klien maupun bidan yang bersangkutan perlu mendapat perlindungan hukum. Untuk itu tenaga bidan perlu dipersiapkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menjalankan pekerjaan sesuai standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, bagi setiap tenaga bidan harus memiliki kompetensi minimal yang diperlukan untuk dapat mendukung penyelenggaraan praktik kebidanan secara aman dan tepat.
B.     TUJUAN
1.      Untuk mengetahui tentang Quality in Midwaferi Service.
2.      Untuk mengetahui tentang Persiapan SDM Bidan Berbasis Kompotensi
3.      Untuk Mngetahui Kompotensi Bidan Di Indonesia  










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    QUALITY IN MIDWAFERI SERVICE (Mutu Pelayanan Kebidanan)
1.         Pengertian
Mutu adalah suatu konsep yang multi dimensional artinya pengertin mutu akan berbeda-beda pada setipa orang, tergantung pada kepentingan, latar belakang kehidupan, pendidikan dan harapan seseorang terhadap pelayanan kesehatan. Contoh bahwa : sebagian orang beranggapan bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu itu bila dilaksanakan tepat waktu, ramah tamah, penuh perhatian dan mampu dibayar sesuai dengan tingkat ekonominya. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan (steak holder) akan merasa puas kalau dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan teknologi kesehatan yang mutakhir serta kebebasan melaksanakan otonomi profesi. Sedangkan penyandang dana akan mementingkan dimensi efisiensi penggunaan sumber dana dankewajaran pembiayaan pelayanan kesehatan, sehingga menghindarkan kerugian penyandang dana.
Menurut Azhrul Aswar Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap jasa pemakai pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi. Sedangkan Mary R. Zimmerman mengemukakan Mutu pelayanan kesehatan adalah Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputi pasien, keluarga, dan lainnya yang datang untuk mendapatkan pelayanan dokter, karyawan.
Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, effisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan menuaskan secara norma , etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah , serta masyarakat konsumen. Jadi mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, di mana di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk, akan tetapi di pihak lain dalam tatacara penyelenggaraannya juga sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
2.         Persepsi pelayanan kesehatan
Setiap mereka yang terlibat dalam layanan kesehatan seperti pasien, masyarakat dan organisasi masyarakat, profesi layanan kesehatan, dinas kesehatan, dan pemerintah daerah, pasti mempunyai persepsi yang berbeda tentang unsur penting dalam menentukan mutu layanan kesehatan. Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh terdapatnya perbedaan latar belakang, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pengalaman, lingkungan dan kepentingan.
Adapun Persepsi Mutu pelayananan Terdiri dari :
a.       Menurut Pasien/ Masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap serta mampu menyembuhkan keluhan serta mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit. Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang berobat kembali
b.      Menurut Pemberi Layanan Kesehatan mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam setiap melakukan layanan kesehatan sesuai dewngan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran atau layanan kesehatan tersebut.
Sebagai profesi layanan kesehatan membutuhklan dan mengharapkan adanya dukungan teknis, administrasi, dan layananan pendukung lainnya yang efektif serta efisien dalam menyelenggarakan layanan kesehatan yang bernutu tinggi.
c.       Menurut penyambung dana / Asuransi penyandang menganggap bahwa layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efisien dan efektif. Pasien deharapkan dapat disembuhkan dalam waktu yang sesingkat mungkin sehingga biaya layanan kesehatan dapat menjadi efisien. Selanjutnya, upaya promosi kesehatan pencegahan penyakit akan digalakkan agar pengguna layanan kesehatan semakin berkurang.
d.      Menurut Pemilik Saran Layanan Kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif layanan kesehatan yang masih terjangkau oleh pasien atau masyarakat , yaitu padatingkat biaya ketika belum terdapat keluhan pasien masyarakat.
e.       Menurut Administrator Kesehatan layanan kesehatan tidak langsung memberikan layanan kesehatan , tetapi ikut bertanggung jawab dalam masalah mutu layanan kesehatan. Kebutuhan akan supervisi, kebutuhan keuangan dan logistik akan memberikan suatu tantangan dan terkadang administator layanan kesehatan kurang memperhatikan prioritas sehingga timbul persoalan dalam layanan kesehatan. Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi nutu layanan kesehataan tertntu akan membantu administator layanan kesehatan dalam menyusun prioritas dan dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien , sserta pemberi layanan kesehatan.
f.       Menurut ikatan profesi keberhasilan penerapan pendekatan jaminan mutupelayanan kesehata akan menimbulkan kepuasan pasien. Dengan demikian, tugas pelayanan kesehatan selama ini dianggap suatu beban yang berat dan ada kalanya disertai dengan keluhan / kritikan pasien dan/ masyarakat akan berubah menjadi suatu kepuasan kerja. Jaminan mutu pelayanan kesehatan akan menghindarkan terjadinya malpraktik sehingga dokter dapat terhindar dari tuntunan pasien.
3.         Dimensi mutu pelayanan kesehatan
Mutu merupakan konsep yang multidimensional, oleh sebab itu setiap tenaga kesehatan (bidan, perawat, dan tenaga lainnya) perlu mengetahui berbagai dimensi mutu agar unit pelayanan selalu dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu serta memenuhi harapan pasien atau masyarakat.
Dimensi mutu mencakup :
a.       Dimensi Kompetensi Teknis menyangkut keterampilan, kemampuan, penampilan atau kinerja pemberi layanan kesehatan. Dimensi ini berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi ketepatan, kepatuhan, kebenaran dan konsistensi. Tidak dipenuhinya dimensi kompetensi teknis dapat mengakibatkan berbagai hal, mulai dari penyimpangan kecil terhadap standar layanan kesehatan, sampai pada kesalahan fatal yang dapat menurunkan mutu layanan kesehatan dan membahayakan jiwa pasien.
b.       Dimensi Keterjangkauan atau Akses Artinya layanan kesehatan harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa. Akses geografis diukur dengan jarak, lamanya perjalanan, biaya perjalanan, jenis transportasi, dan/atau hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang memperoleh layanan kesehatan. Akses sosial atau budaya berhubungan dengan dapat diterima atau tidaknya layanan kesehatan itu secara sosial atau nilai budaya, kepercayaan dan prilaku. Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan membayar biaya layanan kesehatan. Akses organisasi ialah sejauh mana layanan kesehatan itu diatur hingga dapat memberikan kemudahan/kenyamanan kepada pasien atau konsumen. Akses bahasa, artinya pasien harus dilayani dengan menggunakan bahasa atau dialek yang dapat dipahami oleh pasien.
c.       Dimensi Efektivitas Layanan kesehatan harus efektif, artinya harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan yang ada, mencegah terjadinya penyakit dan berkembang/meluasnya penyakit yang ada. Efektifitas layanan kesehatan ini bergantung pada bagaimana standar layanan kesehatan itu digunakan dengan tepat, konsisten dan sesuai dengan situasi setempat. Umumnya standar layanan kesehatan disusun pada tingkat organisasi yang lebih tinggi, sementara pada tingkat pelaksana, standar layanan kesehatan itu harus dibahas agar dapat digunakan sesuai dengan kondisi.
Dimensi efektivitas berhubungan erat dengan dimensi kompetensi teknis terutama dalam pemilihan alternatif dalam menghadapi relative risk dan ketrampilan dalam mengikuti prosedur yang terdapat dalam standar layanan kesehatan.
d.       Dimensi Efisiensi Sumber daya kesehatan sangat terbatas. Oleh karena itu dimensi efisiensi kesehatan sangat penting dalam layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih banyak pasien dan masyarakat. Layanan kesehatan yang tidak efisien umumnya berbiaya mahal, kurang nyaman bagi pasien, memerlukan waktu lama, dan menimbulkan resiko yang lebih besar pada pasien. Dengan melakukan analisis efisiensi dan efektivitas kita dapat memilih intervensi yang paling efisien.
e.        Dimensi Kesinambungan layanan kesehatan artinya pasien harus dapat dilayani sesuai dengan kebutuhannya, termasuk rujukan jika diperlukan tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan terapi yang tidak perlu. Pasien harus selalu mempunyai akses ke layanan kesehatan yang dibutuhkannya. Karena riwayat penyakit pasien terdokumentasi dengan lengkap, akurat dan terkini, layanan kesehatan rujukan yang diperlukan pasien dapat terlaksana dengan tepat, waktu dan tempatnya.
f.        Dimensi Keamanan maksudnya layanan kesehatan harus aman, baik bagi pasien, pemberi layanan maupun masyarakat sekitarnya. Layanan kesehatan yang bermutu harus aman dari risiko cidera, infeksi, efek samping, aatau bahaya lain. Oleh karena itu harus disusun suatu prosedur yang akan menjamin keamanan kedua belah pihak.
g.       Dimensi Kenyamanan tidak berpengaruh langsung dengan efektivitas layanan kesehatan, tetapi mempengaruhi kepuasan pasien/konsumen sehingga mendorong pasien untuk datang berobat kembali ke tempat tersebut. Kenyamanan dan kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan pasien terhadap organisasi layanan kesehatan.
h.       Dimensi Informasi Layanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa. Siapa, kapan, dimana dan bagaimana layanan kesehatan itu akan atau telah dilaksanakan. Dimensi informasi ini sangat penting pada tingkat puskesmas dan rumah sakit.
i.         Dimensi Ketepatan Waktu agar berhasil, layanan kesehatan harus dilakukan dalam waktu dan cara yang tepat, oleh pemberi layanan yang tepat, menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta biaya yang tepat (efisien)
j.         Dimensi Hubungan Antarmanusia adalah hubungan antara pemberi layanan kesehatan (provider) dengan pasien atau masyarakat (konsumen), antar sesama pemberi layanan kesehatan, antar atasan-bawahan, dinas kesehatan, rumah sakit, puskesmas, pemerintah daerah, LSM, masyarakat dan lain-lain. Hubungan antarmanusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsif, memberi perhatian, dan lain-lain.
4.         Terminologi jaminan mutu
Menjaga mutu (Quality Assuarance= QA) sering diartikan sebagai menjamin mutu atau memastikan mutu. Menurut Donabedian A menjaga mutu termasuk kegiatan-kegiatan yang secara periodik atau kontinu menggambarkan keadaan dimana pelayanan dissediakan. Pelayanannya dimonitor dan hasil pelayanannya diikuti. Dengan demikian kekurangan-kekurangan dapat dicatat, sebab-sebab dari kekurangan itu dikemukakan, dan dibuatkan koreksi yang diperlukan sehingga menghasilkan perbaikan kesehatan dan kesejahteraan.
Menurut Palmer Heather dari universitas Harvard mendefinisikan QA adalah suatu prosespengukuran mutu, menganalisa kekurangan yang ditemukan dan membuat kegiatan untuk meningkatkan penampilan yang diikuti dengan pengukuran mutu kembali untuk menentukan apakah peningkatan telahtercapai. Ia adalah suatu kegiatan yang sistematik, suatu siklus, suatu kegiatan yang menggunakan standar pengukuran.
Dirjen Binkemas 1999 jaminan mutu pelayanan kesehatan adalah suatu proses upaya yang berkesinambungan, sistematik, obyektif dan terpadu dalam menemukan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan serta menentukan dan melaksanakan cara pemecahan masalah mutu sesuai kemampuan yang adadan menilai hasil yang dicapai guna menyusun saran tindak lanjut untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
5.         Bentuk-bentuk jaminan mutu pelayanan kesehatan
Bentuk jaminan mutu pelayanan kesehatan dibedakan dalam 3 (tiga) bentuk yaitu :
a)      Jaminan Mutu Prospektif
Adalah jaminan mutu yang dilaksanakan sebelum pelayanan kesehatan diselenggarakan, upaya terutama ditujukan pada unsure masukan dan lingkungan.
Contohnya :
-          Standarisasi, untuk menjamin pelayanan kesehatan yang bermutu perlu ditetapkan standarisasi fasilitas pelayanan kesehatan.
-          Perizinan, setelah terpenuhinya standarisasi perlu diikuti dengan perizinan yang akan ditinjau secara berskala.
-          Sertifikasi, tindak lanjut dari perizinan, memberikan sertifikasi kepada fasilitas dan profesi kesehatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu.
-          Akreditasi bentuk dari sertifikasi, kepada fasilitas dan profesi kesehatan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
b)      Jaminan Mutu Konkuren
Adalah suatu bentuk jaminan mutu yang dilaksanakan bersamaan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Perhatian utama tertuju kepada proses dimana proses itu diukur dengan standar yang telah ditetapkan, jika pelayanan kesehatan tidak sesuai dengan standar pelayanan kesehatan tersebut kurang bermutu. Jaminan mutu konkuren ini paling baik, tetapi sulit dilakukan dan sering terjadi bias untuk menghindarkan  bias maka pengamatan dilakukan oleh “ Peer atau Tim”
c)      Jaminan Mutu Retrospektif
Jaminan yang dilaksanakan setelah pelayanan kesehatan diselenggarakan.
Contohnya : Audit Maternal Perinatal (AMP) yang dilakukan dengan mengulas balik catatan medic dan wawancara.
6.         Manfaat program jaminan mutu
Program jaminan mutu bermanfaat untuk :
a)      Menyadarkan kembali para petugas kesehatan terutama di puskesmas dan unit-unit pelayanan agar selalu memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar.
b)      Pelayanan kesehatan akan efisen dan efektif segingga pelayanan kesehatan dapat menjakau lebih banyak (pemerataan sumber daya kesehatan dan hasil (out come) pelayanan akan lebih memenuhi harapan masyarakat.
c)      Menimbulkan rasa kepuasaan dan terlindungi dalam memberikan pelayanan kesehatan karena pelayanan kesehatan yang diberikan berdasarkan standar, sehingga angka kesembuhan akan meningkat.
d)     Pelayanan kesehatan akan mampu bersaing dalam masyarakat
e)      Mempermudah mendapat akreditasi
f)       Melaksanakan jaminan mutu berarti kita melaksanakan amanat UU Kesehatan No. 23/1992.
7.         Prinsip Jaminan Mutu
a)      QA berorientasi ke depan mempertemukan kebutuhan harapan pasien dan masyarakat. QA meminta komitmen untuk memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan pasien atau masyarakat. Tim kesehatan bekerja sama dengan masyarakat untuk mempertemukan tuntunan dan kebutuhan pelayanan preventif.
b)      QA focus pada system dan proses. Dengan focus pada analisis proses penyampaian atau pelaksanaan pelayanan kegiatan-kegiatan, dan tugas-tugas demikian juga outcome. Pendekatan QA mengikuti provider dan menejer untuk mengembangkan secara mendalam, suatu persoalan (problem).
c)      QA menggunakan data untuk analisis proses pelaksanaan pelayanan kesehatan. Suatu pendekatan konsultatif yang sederhana untuk analisis sebab akibat berdasarkan data dan fakta.
d)      QA mendorong suatu pendekatan tim dalam pemecahan masalah dan peningkatan mutu. Pendekatan partisipasi menawarkan dua keuntungan. Pertama, hasil produk teknik kemungkinan bermutu lebih tinggi karena masing-masing anggota tim membawakan prospek yang unik-unik. Kedua, anggota staf kemungkinan lebih menerima dan mendukung perubahan di mana mereka dapat membantu pengembangannya. Dengan demikian partisipasi dalam peningkatan mutu membangun consensus dan mengurangi perlawanan.
8.         Standar Mutu Pelayanan Kebidanan
Standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yang dikelompokkan sebagai berikut :
a)      Standar Pelayanan Umun (2 standar)
b)      Standar Pelayanan Antenatal (2 standar)
c)      Standar Pelayanan Persalinan (4 standar)
d)     Standar Pelayanan Nifas (3 standar)
e)      Standar Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri-neonatal (9 standar).
A.       STANDAR PELAYANAN UMUM
        Terdapat dua standar pelayanan umum sebagai berikut :
1.      Standar 1 : Persiapan untuk kehidupan keluarga sehat
Persyaratan standar : Bidan memberikan penyuluhan dan nasehat kepada perorangan, keluarga dan masyarakat terhadap segala hal yang berkaitan dengan kehamilan, termasuk penyuluhan umum, gizi, KB, kesiapan dalam menghadapi kehamilan dan menjadi calon orang tua, menghindari kebiasaan yang tidak baik dan mendukung kebiasaan baik
2.      Standar 2 : Pencatatan dan Pelaporan
Persyaratan standar : Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukan, yaitu registrasi. Semua ibu hamil diwilayah kerja, rincian yang  diberikan kepada setiap ibu hamil/bersalin/nifas dan BBL, semua kunjungan rumah dan penyuluhan kepada masyarakat. Disamping itu bidan hendaknya mengikutsertakan kader untuk mencatat semua ibu hamil dan meninjau upaya masy yg berkaitan dengan ibu dan BBL. Bidan meninjau secara teratur catatan tersebut untuk menilai kinerja dan penyusunan rencana kegiatan untuk meningkatkan pelayanannya
B.        STANDAR PELAYANAN ANTENATAL
        Terdapat enam standar dalam standar pelayanan antenatal seperti berikut:
1.         Standar 3 : Identifikasi Ibu hamil
Persyaratan standar : Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untukmemberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota masyarakat agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilan sejak dini secara teratur.
2.         Standar 4 : pemeriksaan dan pemantauan antenatal.
Persyaratan standar : Bidan memberikan sedikitnya 4 x pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesa dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangung normal. Bidan juga hrs mengenal resti/kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS/infeksi HIV; memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas. Bidan harus mencatat data yang tepat pada setiap kunjungan. Bila ditemukan kelainan, bidan harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan merujukuntuk tindakan selanjutnya.
3.         Standar 5 : Palpasi Abdomen
Persyaratan standar : Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan, dan bila umur kehamilan bertambah memeriksa posisi, bagian terendah janin dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelaianan serta melakukan rujukan tepat waktu.
4.         Standar 6 : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Persyaratan standar : Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penganan dan atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5.         Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan  Persyaratan standar : Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala preeklamsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknnya.


6.         Standar 8 : Persiapan Persalinan
Pernyataan standar : Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik, di samping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi keadaan gawat darurat. Bidan hendaknya melakukan kunjungan rumah untuk hal ini.
C.        STANDAR PELAYANAN PERTOLONGAN PERSALINAN
        Terdapat empat standar dalam standar pelayanan pertolongan persalinan seperti berikut :
1.      Standar 9 : Asuhan Persalinan Kala I.
Pernyataan standar : Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai, kemudian memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan kebutuhan klien, selama proses persalinan berlangsung.
2.      Standar 10 : Persalinan Kala II Yang Aman.
Pernyataan standar : Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman, dengan sikap sopan dan penghargaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat.



3.      Standar 11 : Penatalaksanaan Aktif Persalinan Kala Tiga.
Pernyataan standar : Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.
4.      Standar 12 : Penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi.
Pernyataan standar : Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II yang lama, dan segera melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti dengan penjahitan perineum.
D.       STANDAR PELAYANAN NIFAS
Terdapat tiga standar dalam standar pelayanan nifas seperti berikut :
1.      Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir.
Pernyataan standar : Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan spontan mencegah hipoksia sekunder, menemukan kelainan, dan melakukan tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus mencegah atau menangani hipotermia.
2.      Standar 14 : Penanganan Pada Dua Jam Pertama Setelah Persalinan. Pernyataan standar : Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam dua jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang diperlukan. Di samping itu, bidan memberikan penjelasan tentangan hal-hal mempercepat pulihnya kesehatan ibu, dan membantu ibu untuk memulai pemberian ASI.
3.      Standar 15 : Pelayanan Bagi Ibu Dan Bayi Pada Masa Nifas. Pernyataan standar : Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu kedua dan minggu keenam setelah persalinan, untuk membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar; penemuanan dini penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas; serta memberikan penjelasan tentang kesehatan secara umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi, perawatan bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB.
E.        STANDAR PENANGANAN KEGAWATDARURATAN OBSTETRI-NEONATAL.
         Di samping standar untuk pelayanan kebidanan dasar ( antenatal, persalinan dan nifas), di sini ditambahkan beberapa standar penanganan kegawatan obstetri-neonatal. Seperti telah dibahas sebelumnya, bidan diharapkan mampu melakukan penanganan keadaan gawat darurat obstetric-neonatal tertentu untuk penyelamatan jiwa ibu dan bayi. Di bawah ini dipilih sepuluh keadaan gawat darurat obstetri-neonatal yang paling sering terjadi dan sering menjadi penyebab utama kematian ibu/bayi baru lahir.
1.      Standar 16 : Penanganan Perdarahan Dalam Kehamilan, Pada Tri-mester III.
Pernyataan standar : Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.
2.      Standar 17 : Penanganan Kegawatan Pada Eklamsia.    
Pernyataan standar : Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala eklamsia mengancam. Serta merujuk dan atau memberikan pertolongan pertama.
3.      Standar 18 : Penanganan Kegawatan Pada Partus Lama/Macet Pernyataan standar : Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala partus lama/macet serta melakukan penanganan yang memadai dan tepat waktu atau merujuknya.
4.      Standar 19 : persalinan dengan penggunaaan Vakum Ekstraktor Pernyataan standar : Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi vakum,melakukannya secara benar dalammemberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamnannya bagi ibu dan janin.
5.      Standar 20 : Penanganan Retensio Plasenta.
Pernyataan standar : Bidan mampu mengenali retensio placenta dan memberikan pertolongan pertama termasuk plasenta manual dan penangan perdarahan sesuai dengan kebutuhan.
6.      Standar 21 : Penangan Perdarahan Postpartum Primer.
Pernyataan standar : Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebuhan dalam 24 pertama setelah persalinan (perdarahan postpartum primer) dan segera melakukan pertolongan pertama untuk mengendalikan perdarahan.
7.      Standar 22 : Penanganan Perdarahan Postpartum Sekunder.
Pernyataan standar : Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan postpartum sekunder, dan melakukan pertolongan pertama untuk penyelamatan jiwa ibu dan atau merujuknya.
8.      Standar 23 : Penanganan Sepsis Puerperalis.
Pernyataan standar: Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperalis, serta melakukan pertolongan pertama atau merujuknya.
9.      Standar 24 : Penanganan Asfesia Neonatorum.
Pernyataan standar : Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfeksia, serta melakukan resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang diperlukan dan memberikan perawatan lanjutan.

B.        PERSIAPAN SDM BIDAN BERBASIS KOMPETENSI
1.      Pengertian Kompotensi
         Menurut Finch dan Crunkilton dalam Mulyasa (2004: 38) bahwa yang dimaksud dengan kompetensi adalah penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal itu menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, ketrampilan sikap dan apresiasi yang harus dimiliki peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas - tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.
         Kompetensi menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenaga kerjaan : pasal 1 (10), “Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan”.
         Setiap peran terdiri dari beberapa unit kompotensi sebagai refleksi dari fungsi utama kegiatan atau keterampilan.
Pada setiap peran dalam menyelesaikan pekerjaan. Setiap unit kompotensi terdiri dari :
a)         Elemen kompotensi yang menggambarkan unit-unit lebih terinci, menjelaskan keluaran yang harus dicapai.
b)         Criteria kerja yang menjelaskan tingkat atau standar yang harus dicapai pada setiap elemen kompotensi. 
2.      Manfaat Kompotensi
a.       Manfaat bagi Karyawan
·      Kejelasan relevansi pembelajaran sebelumnya, kemampuan untuk mentransfer keterampilan, nilai dan kualifikasi yang diakui, dan potensi pengembangan karir.
·      Adanya kesempatan bagi karyawan untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan melalui akses sertifikasi nasional.
·      Penetapan sasaran sebagai sarana perkembangan karir.
b.      Manfaat bagi Organisasi
·         Pemetaan yang akurat mengenai kompotensi angkatan kerja yang ada dan dibutuhkan.
·         Meningkatnya efektifitas rekruitmen dengan cara menyesuaikan kompotensi yang diperlukan dalam pekerjaan.
·         Pendidik dan pelatihan difokuskan pada kesenjangan keterampilan dan persyaratan keterampilan perusahaan yang lebih khusus.
c.       Manfaat bagi Industri
·         Identifikasi dan penyesuaian yang lebih baik atas keterampilan yang dibutuhkan.
·         Akses yang lebih besar terhadap pendidikan dan pelatihan sector public yang relevan terhadap industry.
·         Efisiensi penyampaian lebih besar dan berkurangnya usaha pendidikan dan pelatihan ganda. 
d.      Manfaat bagi Ekonomi Daerah dan Nasional
·         Meningkatnya formasi keterampilan untuk bersaing dipasar dosmetik dan internasional.
·         Meningkatnya modal dan akses individu melalui diketahuinya industry yang jelas dan melalui pengakuan pembelajaran sebelumnya terhadap standar yang ada.


3.      Model Kompotensi
         Menurut Raymond J. Stone (2002:144) bahwa suatu metode analisis jabatan yang menitik beratkan pada keterampilan dan perilaku yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan baik.
Lebih lanjut Raymond berpendapat bahwa model kompetensi memiliki tiga elemen kunci, yaitu :
a)      Underlying Characteristics, kompetensi merupakan bagian integral dari kepribadian seseorang.
b)      Causality, kompetensi dapat memprediksi perilaku dan kinerja.
c)      Performance, kompetensi memprediksi secara nyata dan efektif (dalam hal ini minimal dapat diterima) atau kinerja superior yang terukur sesuai dengan kriteria spesifik atau standar.
Berhasil tidaknya kinerja seseorang tergantung dari kompetensi yang dimilikinya, apakah sesuai atau matching dengan kom-petensi yang menjadi persyaratan minimal dari jabatan yang dipangkunya.
Dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003 Tanggal 21 Nopember 2003 ditentukan bahwa Standar Kompetensi Jabatan Struktural adalah persyaratan kom-petensi minimal yang harus dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil dalam pelaksanaan tugas jabatan struktural. Standar kom-petensi jabatan ini meliputi kompetensi dasar dan kompetensi bidang.


1.      Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar dapat dianalogikan dengan threshold com-petency (Spencer & Spencer, 1993) Kompetensi ini wajib dimiliki oleh setiap pejabat struktural. Kompetensi dasar untuk Pejabat Struktural Eselon II, III, dan Eselon IV terdiri atas 5 (lima) kompetensi meliputi, integritas, kepemimpinan, perencanaan dan pengorganisasian, kerjasama, serta flek-sibilitas.
Kompetensi dasar, oleh Ruky (2003:110) disebut kompe-tensi inti (core competencies) yaitu kelompok kompetensi yang berlaku/harus dimiliki oleh semua orang dalam organi-sasi.
Contoh kelompok core competency menurut Ruky (2003, 110) seperti: terfokus pada pelanggan, kesadaran bisnis, manajemen perubahan, orientasi pada prestasi/output, komu-nikasi, kerjasama kelompok, kepemimpinan, mengembang-kan orang lain, berpikir analitis, dan pemecahan masalah.
2.      Kompotensi Bidang
Kompetensi bidang adalah kompetensi yang diperlukan oleh setiap pejabat struktural sesuai dengan bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003 di-tentukan bahwa kompetensi bidang dipilih dari 33 (tiga puluh tiga) kompetensi yang tersedia dalam kamus kompe-tensi jabatan sesuai dengan bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, dengan jumlah antara 5 (lima) sampai dengan 10 (sepuluh) kompetensi.
Kompetensi bidang atau differentiating competencies (Spencer & Spencer, 1993 ) atau specific job competencies (Ruky, 2003) merupakan karakteristik pribadi yang spesifik dengan bidang pekerjaan yang dilaksanakan serta pengeta-huan dan keterampilan yang relevan yang lebih bersifat teknis.
C.       KOMPOTENSI BIDAN DI INDONESIA
Pengetahuan umum, ketrampilan dan perilaku yang berhubungan dengan ilmu-ilmu sosial, kesehatan masayrakat dan kesehatan profesional.
Ø  Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan ketrampilan dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etaik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarnya.
Pra Konsepsi KB dan Ginekologi.
Ø  Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh di masyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua.



Asuhan Konseling selama Kehamilan
Ø  Bidan memberikan asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengotan atau rujukan.
            Asuhan Selama Hamil dan Kelahiran
Ø  Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tangap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin suatu persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wantia dan bayinya yang baru lahir.
            Asuhan Pada Ibu Nifas dan Menyusui
Ø  Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.
            Asuhan Pada Bayi Baru Lahir
Ø  Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.
            Asuhan Pada Bayi dan Balita
Ø  Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada bayi dan balita sehat ( 1 bulan – 5 tahun ).
            Kebidanan Komunitas
Ø  Bidan merupakan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat

Asuhan Pada Ibu/Wanita dengan Gangguan Reproduksi
Ø  Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.
Perilaku Profesional Bidan
Ø  Berpegang teguh pada filosofi, etika profesi dan aspek legal.
Ø  Bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan keputusan klinis yang dibuatnya.
Ø  Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan ketrampilan mutahir.
Ø  Menggunakan cara pencegahan universal untuk penyakit menular dan strategi pengendalian infeksi.
Ø  Melakukan konsultasi dan rujukan yang tepat dalam memberikan asuhan kebidanan.
Ø  Menghargai budaya setempat sehubungan dengan praktek kesehatan, kehamilan, kelahiran, periode pasca persalinan, bayi baru lahir dan anak
Ø  Menggunakan model kemitraan dalam bekerjasama dengan kaum wanita/ ibu agar merea dapat menentukan pilihan yangtelah diinformasikan tentang semua aspek asuhan, meminta persetujuan secara tertulis supaya merea bertanggungjawab atas kesehatannya sendiri.
Ø  Menggunakan ketrampilan mendengar dan memfasilitasi
Ø  Bekerja sama dengan petugas kesehatan lain untuk meningkatkan pelayanan kesehatan keapada ibu dan keluarg.
Ø  Advokasi terhadap pilihan ibu dalam tatanan pelayanan.
BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan
Ø  Mutu adalah suatu konsep yang multi dimensional artinya pengertin mutu akan berbeda-beda pada setipa orang, tergantung pada kepentingan, latar belakang kehidupan, pendidikan dan harapan seseorang terhadap pelayanan kesehatan.
Ø Bidan adalah seorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara dan memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan di negara itu. Dia harus mampu meberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa pasca persalinan (post partum period), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak.
Ø Mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas atau sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dan suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi.
B.        Saran
Diharapkan pada pembaca agar dapat meningkatkan pelayanan yang baik serta dapat menambah pengetahuan tentang standar kompotensi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. http://wawan-junaidi.blogspot.com/2011/07/pengertian-kompetensi.html. di akses tanggal 28 november 2012.

Anonim. 2012. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan. (Online). (http://www.lusa.web.id/keputusan-menteri-kesehaan-republik-indonesia-nomor-369369menkesskiii2007-tentang-standar-profesi-bidan-bag-1 , diakses 8 Maret 2012).

Endahpurnasari. 2010. (Online). (blogspot.com/2010/08/faktor-yang-mempengaruhi-mutu-pelayanan.html?m=1, diakses 9 Maret 2012).

http://www.bkn.go.id/penelitian/buku%20penelitian%202004/buku%20Peny.%20Ped.%20Peng.%20Kompetensi%20PNS/bab%20ii.htm
24 Agustus 2009
.

Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (IBI). 2006. Buku 1 Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.

Yulifah, dkk. 2009. .Komunikasi dan Konseling Dalam Kebidanan. Jakarta. Salemba Medika